sahabatku semua yang dirahmati Allah. Pakaian yang rapi, trendi, sepatu mengkilap, harum parfumnya dengan mobil mewahnya. gaya bicara yang teratur, mempunyai wibawa, setiap yang datang memberikan salam kepadanya, berjalan bak peragawati inilah gaya orang yang menduduki jabatan strategis pada institusi negara/pemerintahan, yang kadang kala berlomba-lomba melakukan korupsi bahkan Secara bangga, gagah berani, dan riang gembira, mereka berpacu menjarah uang negara dan rakyat.
Di Tanah Air ini, ternyata korupsi telah menjadi tren dan gaya hidup. Banyak orang begitu nikmat dan enjoy melakukan korupsi. Sedemikian banyak manusia yang melakukan korupsi, dari pusat sampai daerah. Koruptor-koruptor ini terutama adalah manusia yang menduduki jabatan strategis dalam berbagai institusi negara dan pemerintahan, dari bawah sampai atas.
Tidak ada rasa malu dan bersalah lagi memerankan diri sebagai koruptor yang tentunya sama persis dengan garong dan maling. Di balik pakaian yang rapi dan trendi, para koruptor di negeri ini sebenarnya adalah garong dan maling kelas kakap, bahkan superkakap. Di negeri ini, korupsi telah dilakukan secara terbuka dan terang-terangan.
namun……
bagaimana dengan orang yang berpakaian kurang rapi, awut-awutan, sepatu apa adanya, baunya tidak harum pasti banyak orang yang curiga terhadapnya. bisa jadi malah dikira “maling atau rampok” sedangkan koruptor yang berdandan rapi tak pernah dicurigai.
sahabatku,
“Ada kalanya kita tidak melihat apa yang menempel pada tubuh seseorang sebagai penilaian. Meremehkan seseorang karena melihat penilaian dari luar itu bisa jadi sebuah kerugian, Anda tidak akan pernah tahu mungkin suatu hari nanti, seseorang yang Anda remehkan itu bisa saja jadi pengantar rejeki yang tak terduga bahkan ternyata ia itu sangat mulia disisi tuhannya”
sebuah kisah menarik semoga bisa diambil manfaatnya….
Alkisah hidup seorang sufi tersohor bernama Zun-Nun. Seorang pemuda mendatanginya dan bertanya;
“Guru, saya tak mengerti mengapa orang seperti Anda mesti berpakaian apa adanya, amat sangat sederhana. Bukankah di masa seperti ini berpakaian sebaik-baiknya amat diperlukan, bukan hanya untuk penampilan, melainkan juga untuk banyak tujuan lain?”
Sang Guru hanya tersenyum. Ia lalu melepaskan cincin dari salah satu jarinya lalu berkata, “Sobat muda, akan kujawab pertanyaanmu, tetapi terlebih dahulu lakukan satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan bawalah ke pasar di seberang sana . Bisakah kamu menjualnya seharga satu keping emas?”
Melihat cincin Sang Guru yang kotor & buruk, pemuda tadi merasa ragu. “Satu keping emas? Saya tidak yakin cincin ini bisa dijual seharga itu.”
“Cobalah dulu, sobat muda. Siapa tahu kamu berhasil.”
Pemuda itu pun bergegas ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kepada pedagang kain, pedagang sayur, penjual daging dan ikan, serta kepada yang lainnya. Ternyata, tak seorang pun berani membeli seharga satu keping emas. Mereka menawarnya hanya satu keping perak. Tentu saja pemuda itu tak berani menjualnya dengan harga satu keping perak. Ia kembali ke padepokan Sang Guru dan melapor, “Guru, tak seorang pun berani menawar lebih dari satu keping perak.”
Sang Guru sambil tetap tersenyum arif berkata, “Sekarang pergilah kamu ke toko emas di belakang jalan ini. Coba perlihatkan kepada pemilik toko atau tukang emas di sana ,Jangan buka harga, dengarkan saja bagaimana ia memberikan penilaian.”
Pemuda itu bergegas pergi ke toko emas yang dimaksud. Ia kembali kepada Sang Guru dengan raut wajah yang lain, dan melapor, “Guru, ternyata para pedagang di pasar tidak tahu nilai sesungguhnya dari cincin ini. Pedagang emas menawarnya dengan harga seribu keping emas. Rupanya nilai cincin ini seribu kali lebih tinggi daripada yang ditawar oleh para pedagang di pasar.”
Sang Guru tersenyum simpul sambil berujar lirih;
“Itulah jawaban atas pertanyaanmu tadi sobat muda. Seseorang tak bisa dinilai dari pakaiannya.
“Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya bisa dilihat dan dinilai jika kita mampu melihat ke kedalaman jiwa. Diperlukan kearifan untuk menjenguknya. Dan itu butuh proses, wahai sobat mudaku. Kita tak bisa menilainya hanya dengan tutur kata dan sikap yang kita dengar dan lihat sekilas. Kita tidak bisa menilai hanya dengan melihat penampilan, nama dan predikat seseorang.
Seringkali yang disangka emas ternyata loyang dan yang kita lihat sebagai loyang ternyata emas
ternyata kementerengan penampilan seseorang itu bukan cermin sejati dari pribadinya. Ada kalanya orang dianggap bagus bagi manusia namun hakikatnya disisi Allah adalah jahat dan ada orang yang dikira jahat oleh manusia namun pada hakekatnya ia adalah orang yang taat.
SAHABATKU YANG AKU SAYANGI KARENA ALLAH.
AKU sajikan kisah yang kedua agar engkau lebih paham.
Abu Yazid Al Busthami (wafat 874 H) bermimpi ditemui Kanjeng Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam.
“Sampaikan salamku kepada Si Fulan di kota Anu”, dhawuh Kanjeng Nabi (aw kamaa qaal).
Abu Yazid segera berangkat ke Kota “Anu”, mencari Fulan yang belum dikenalnya. Setelah tanya kanan-kiri, ia malah kaget mendapat info bahwa Si Fulan itu jago-minum paling kesohor. Bisa dengan mudah ditemukan di kedai tuak langganannya, karna tiap hari tanpa pernah absen ia istiqomah nongkrong disitu.
Abu Yazid jadi ragu: masak iya Kanjeng Nabi kirim salam buat orang kayak gitu? Niatnya menemui Si Fulan buyar. Tapi Kanjeng Nabi mendatanginya lagi dalam mimpinya,
“Kenapa belum kau sampaikan salamku?” Kanjeng Nabi menggugat.
Abu Yazid pun bingung sekali. Baru setelah Kanjeng Nabi lagi-lagi datang dengan gugatan yang sama, Abu Yazid tak berani menunda lagi. Ia kuat-kuatkan tekad dan betah-betahkan malu mendatangi kedai tuak itu. Pelayan kedai menunjukkan tempat Si Fulan duduk, orang itu tampak sedang bersenda-gurau dengan sekumpulan biang-tuak yang kelihatan sudah mabuk berat semua!
Abu Yazid tertegun. Baru saja ia membalikkan badan hendak keluar kedai, terdengar ada yang memanggil namanya,
“Hai Abu Yazid!”
Ia kaget sekali, ternyata yang memanggilnya adalah Si Fulan! Dari mana ia tahu namanya?
Fulan mengajaknya duduk dan memperkenalkannya dengan teman-teman minumnya. Setelah sejurus meramah-tamahi kumpulan pemabuk itu, Abu Yazid diajak menyingkir sedikit untuk bicara bisik-bisik berdua.
“Kamu bawa kiriman buatku ya?” Fulan menagih.
Abu Yazid mengangguk.
“Salam dari Kanjeng Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh…”
“‘Alaika wa ‘alaihissalaam warahmatullaahi wabarakaatuh”, mata Fulan berkaca-kaca.
“Begini”, fulan melanjutkan tanpa perduli pandangan mata Abu Yazid yang penuh tanda tanya, “Sudah lama sekali aku tiap hari nongkrong disini… Kau lihat orang-orang mabuk itu?”
Abu Yazid melirik mereka dan mengangguk. Fulan menepuk-nepuk bahunya.
“Kelompok mereka itu tadinya ada sekitar 40 orang. Sekarang tinggal 8. Nah… yang tersisa itu bagianmu!”
Fulan pergi meninggalkan Abu Yazid bersama sekumpulan orang teler.
apa yang bisa kita petik dari kisah ini sahabatku ?
“Don’t judge a book by its cover”, jangan menilai sesuatu hanya karena penampilan luarnya saja.
jangan menilai seseorang dari penampilan fisiknya , tetapi nilailah dari hatinya.
Sehingga kita bisa terhindar dari kesalahan mengira orang baik sebagai orang jahat dan sebaliknya.
sahabatku semua yang dirahmati ALLAH
mari sama-sama kita cermati tingkah para koruptor di negeri kita.
tampilan seorang Muslim sejati tidak bisa diukur dari penampilan secara fisik atau visual. Para terdakwa koruptor yang mengenakan atribut Islam tak bisa menutupi kezaliman yang telah mereka lakukan.
meski sudah diembel-embeli berbagai simbol yang selama ini diidentikkan dengan Islam, Muslim sejati bukan sekadar berjenggot, mengenakan gamis, ataupun berjilbab semata. “Takwa itu dalam hati, bukan dari penampilan. Rasulullah bahkan menegaskan attaqwa fissuddur, jadi penampilan sama sekali tidak mempengaruhi penilaian terhadap keihsanan serta ketakwaan seorang Muslim pada Allah.
Takwa di dalam kamus Ilmu Alquran dapat diartikan dengan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Tingkah laku orang yang bertaqwa selalu mencerminkan perilaku mulia dan selalu berusaha menghindari hal-hal yang menjadikan Allah murka.
Allah memberikan beberapa rambu-rambu untuk menjadi orang yang bertaqwa.
Pertama, bertanya kepada Orang yang mengetahui. Atau dalam hal ini adalah bertanya kepada alim ulama tentang bagaimana menjadi orang yang bertakwa (QS. An-Nahl : 43).
Kedua adalah selalu bersama-sama para shidiiqiin (orang yang benar) (QS. At-Taubah). Dalam bahasa Jawa yang terkenal “wong kang shaleh kumpulono”. Lalu siapakah orang-orang yang benar? Al-Qur’an menjelaskan pada QS. Bahwasanya Shiddiiquun adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah.
Ketiga adalah selalu berkata dengan perkataan yang benar (QS. Al-Ahzab : 70). Allah menjelaskan dalam QS. Fusshilat : 30 bahwa sebenar-benar perkataan adalah orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shaleh dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang yang berserah diri.”
jika masyarakat bakal terpengaruh dengan imej alim yang berusaha ditampilkan para terdakwa koruptor. Lantaran masyarakat Indonesia sangat kritis menyikapi kasus-kasus korupsi yang dilakukan para terdakwa. Sehingga diyakininya mampu memisahkan penilaian subyektif dan obyektif tanpa mempengaruhi nama umat Muslim.
bagaimana tentu bisa kan engkau sahabat ?
semoga bermanfaat.
marilah kita berdiskusi dan mengkajinya bersama