jalan lurusbismillahirahmanirahim

sahabatku semua yang dirahmati Allah.
Syaikh Abdul Wahhab Asy Sya’rani berkata : “Diantara nikmat Allah yg diberikan kepadaku adalah aku bisa bersabar dengan sikap buruk masyarakat, istriku dan pembantuku. Semua itu terjadi karena aku memiliki keyakinan, bahwa apa yang aku alami sesuai dengan hubunganku dengan Tuhanku. Yang salah hakikatnya adalah diriku bukan mereka.

Jika tongkat lurus, bayangannya tentu juga lurus.
Jika tongkat bengkok, bayangannya tentu juga bengkok.

Seorang yg ingin bayangan sebuah benda lurus, padahal bendanya sendiri bengkok, maka dia telah mengharapkan suatu yg mustahil terjadi.

Buruknya sikap istri atau pembantu adalah cerminan dari memburuknya akhlak kita. Seorang yang bijaksana tentu akan mengintropeksi kesalahan dirinya saat mendapati istri, pembantu, atau anaknya bersikap tidak seperti biasanya. Kemudian dia akan memperbaiki akhlak dan amal ibadahnya kepada Allah. Sikap buruk keluarga dan orang lain tentu akan segera berubah.

Seorang yang bodoh, dia akan memerintahkan istrinya untuk taat tetapi dia sendiri tidak merubah perbuatan buruknya dan amalnya kepada Allah. Yang terjadi justru istrinya bertambah membangkang. Bahkan jika dia membawa ke pengadilan dan mentalak istrinya dan dia berharap akan menemukan pendamping yang lebih baik, itu tidak akan terjadi. Karena selama dirinya bersikap dan berakhlak buruk, siapapun wanita yang diperistrinya akan bersikap buruk pula. Meski sebelumnya dia adalah wanita baik-baik.”

Nasehat ini disampaikan oleh Syaikh Abdul Wahhab Asy Sya’rani dalam Minan Kubra.

* * *

Jika ada orang-orang yang bersikap tidak baik pada kita, segera intropeksi diri. Tentu ada yang salah dalam akhlak kita pada sesama dan amal ibadah kita pada Allah.

Meski dalam kenyataan kehidupan ‘setiap orang terkena perlakuan buruk adalah akibat perbuatannya sendiri’ hanya bersifat umumnya atau yang galib terjadi. Faktanya, para Nabi dan ulama memiliki akhlak yang baik tetap punya musuh dan mendapat perlakuan buruk dari orang lain.

Namun tidak ada salahnya kita memuhasabah kekurangan diri agar menjadi pribadi yang lebih baik.

sahabatku yang dirahmati Allah.
Khalifah Umar bin Khathab melihat ada seorang laki-laki yang berjalan sempoyongan akibat mabuk minuman keras. Beliau akan menangkap sendiri lelaki mabuk itu, kemudian akan dijatuhi hukuman.

Pemabuk itu malah mencaci maki khalifah dengan perkataan yang memancing emosi. Khalifah akhirnya pulang ke rumah dan mengurungkan niat untuk menangkap dan menghukum lelaki pemabuk itu.

Orang-orang yang menyaksikan kejadian ini heran penuh penasaran. Ada salah seorang yang menanyakan kepada Khalifah Umar, “Wahai Amirul Mukminin, saat orang itu memakimu engkau justru membiarkannya.”

“Karena dia membuatku emosi. Jika aku menghukumnya, tindakanku itu adalah luapan emosiku. Aku tidak ingin memukul seorang muslim karena memuaskan panas hatiku.”

* * *

Saat Shahabat Salman Al Farisi dicaci maki orang, beliau berkata,
“Jika bobot timbangan amalku ringan, aku lebih buruk dari yang dia katakan. Tetapi jika bobot timbangan amalku berat, apa yang dia katakan sama sekali tidak berpengaruh padaku.”

* * *

Pada saat Imam Asy Syi’bi dijelek-jelekkan orang lain, beliau berkata kepadanya,

“Jika kamu benar, semoga Allah mengampuniku. Jika kamu dusta semoga Allah mengampunimu.”

* * *

Seorang laki-laki berkata kepada Imam Malik bin Dinar, “Aku mendengar kabar kamu telah berkata buruk tentangku.”

Imam Malik bin Dinar menjawab, “Jika itu benar, justru kamu lebih mulia dibandingkan diriku. Karena jika aku berani berkata buruk tentangmu aku telah menghadiahkan pahala kebaikanku padamu.”

_______________

Itulah jawaban orang-orang yang orientasi hidupnya senantiasa dikembalikan pada kehidupan akherat. Sangat tulus suci, bersih dari kotoran hati.

Semoga kita bisa meniru akhlak dan perilaku orang-orang shalih.

*Dikutip dari Ihya’ Ulumiddin.

semoga bermanfaat.