sahabatku semua yang dirahmati Allah. الجهل نار لدين مرء يحرقه ¤ والعلم ماء لتلك النار يطفيها
KEBODOHAN ibarat API yang membakar agama seseorang ¤ ILMU ibarat AIR yang memadamkan api tersebut.
apakah benar seperti itu ?
ternyata benar adanya, banyak amaliyah yang setiap hari kita kerjakan hanya berlalu begitu saja tanpa pernah kita ketahui kenapa Allah memerintahkan seperti itu dan kenapa harus sperti itu, contohnya apa ? apakah engkau sudah tahu ? contoh sederhananya adalah wudhu. Bukan hal baru bagi umat muslim, dari usia anak-anak hingga dewasa semua telah dapat melakukannya.
Tapi apa sebenarnya hakikat wudhu?
TIDAK sedikit orang yang beranggapan wudhu hanyalah ritual bersih-bersih sebelum shalat. Saya pun awalnya berpikir seperti itu. Namun setalah membaca buku karya Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali, barulah saya sadari bahwa wudhu memiliki dimensi metafisika. Bukan sekedar membersihkan bagian tubuh (yang kotor).
Karya-karya Imam Al-Ghazali banyak dan tersebar. Ada yang menyebutkan jumlah 98 karangan. Satu dari sekian karyanya yang terkenal adalah “Ihya Ulumuddin” (Menghidupkan Kembali Ilmu-ilmu Agama). Buku “Mutiara Ihya Ulumuddin” cetakan Mizan 2008 ini merupakan ringkasan dari berjilid-jilid kitab “Ihya Ulumuddin” yang ditulis kembali oleh sang Imam.
Dalam buku ini, Al-Ghazali membahas segala topik tentang Islam dan pengamalan ibadah serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Satu di antaranya tentang Rahasia Bersuci. Rasulullah SAW bersabda: “Agama didirikan dengan dasar kebersihan.” Dalam kesempatan lain beliau juga bersabda: “Kunci shalat adalah kesucian.”
kenapa bisa begitu ?
Alhabib alfathin menjelaskan sebagai berikut ?
Saat kubersihkan MULUTKU, seharusnya KUSADAR bahwa kubersihkan dan kujaga MULUTKU dari OMONGAN yang memfitnah, menggunjing, membuka aib orang lain, mengumpat dan memanggil seseorang dengan perkataan buruk.
Saat kucuci LUBANG HIDUNGKU, seharusnya KUSADAR bahwa kubersihkan dan kujaga LUBANG HIDUNGKU dari setiap NAFAS yg melupakan NIKMAT ; SYUKUR akan kehidupanku kepada Allah.
Saat kubasuh MUKAKU, seharusnya KUSADAR bahwa kubersihkan dan kujaga MATAKU dari PANDANGAN yang MAKSIAT dan NAFSU, dan kubersihkan WAJAHKU dari SENTUHAN yang bukan muhrimku.
Saat kubasuh TANGANKU, seharusnya KUSADAR bahwa kubersihkan dan kujaga TANGANKU dari perbuatan MENGAMBIL dan MEMEGANG yang BUKAN hak ku, menyalahkan orang lain, dan MEMUKUL seseorang dg dzalim.
Saat kubasuh KEPALAKU, seharusnya KUSADAR bahwa kubersihkan dan kujaga OTAKKU dari PIKIRAN KOTOR dan MAKSIAT, ANGAN-ANGAN kosong, PRASANGKA BURUK terhadap manusia dan Allah,
Saat kubasuh TELINGAKU, seharusnya KUSADAR bahwa kubersihkan dan kujaga TELINGAKU dari PENDENGARAN OMONGAN BURUK dan TIDAK BERMANFAAT, dan SUARA yang MENGAJAK pada KESESATAN.
Saat kubasih KAKIKU, seharusnya KUSADAR bahwa kubersihkan dan kujaga KAKIKU dari LANGKAH-LANGKAH yang MENUJU ke tempat-tempat MAKSIAT, MENGINJAK dan MENENDANG seseorang dengan DZALIM.
sahabatku semua yang dirahmati Allah.
Pada bab Rahasia Bersuci, Al-Ghazali mengingatkan kembali akan adanya tujuan di balik wudhu yang lebih besar. Ini yang saya sebut sebagai Metafisika Wudhu. Tujuan ini yang dilafalkan dalam bentuk doa (yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW) setiap kali bagian-bagian tubuh dibasuh air.
#1. Saat mencuci tangan: “Ya, Allah, aku mohon kepada-Mu kebahagiaan dan keberkahan. Aku berlindung kepada-Mu dari kemalangan dan kebinasaan.”
#2. Berkumur: “Ya Allah, tolonglah aku untuk senantiasa membaca kitab-Mu dan memperbanyak zikir kepada-Mu.”
#3a. Memasukkan air ke hidung dan menghirupnya tiga kali dengan satu cidukan: “Ya Allah karuniakan kepadaku bau surga dan Engkau ridha kepadaku.” #3b. Mengeluarkan air dari hidung: Ya Allah aku berlindung kepada-Mu bau neraka dan dari (mendapat) tempat tinggal yang buruk.
#4. Membasuh wajah: “Ya Allah putihkanlah wajahku dgn nur-Mu pada hari wajah para wali-Mu menjadi putih, dan janganlah Engkau hitamkan wajahku dgn kegelapan-Mu pada hari wajah musuh-musuh-Mu menjadi hitam.”
#5a. Membasuh tangan sampai siku (kanan): “Ya Allah berikan kepadaku buku amalanku pada tangan kanan dan hisablah aku dgn penghisaban yg mudah.” #5b. Membasuh tangan sampai siku (kiri): “Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari Engkau memberikan buku amalanku pd tangan kiri atau dari belakang punggungku.”
#6. Membasuh kepala: “Ya Allah tolonglah aku dgn rahmat-Mu, turunkan padaku keberkatan-Mu, dan naungilah aku di bawah ‘arsy-Mu pd hari ketika tidak ada naungan selain naungan-Mu.”
#7. Membasuh telinga: “Ya Allah jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti yang terbaik daripadanya. Ya Allah perdengarkan kepadaku suara penyeru surga bersama orang-orang yang baik.”
#8. Mengusap leher: “Ya Allah bebaskanlah leherku dari api neraka (3X) dan aku berlindung kepada-Mu dari rantai dan belenggu.”
#9a. Mencuci kaki (kanan): “Ya Allah teguhkanlah kakiku di atas shirath pada hari kaki-kaki tergelincir ke dalam neraka.” #9b. Mencuci kaki (kiri): “Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari tergelincirnya kakiku dari shirath pada hari tergelincirnya kaki orang-orang munafik.”
sahabatku semua yang dirahmati Allah.
sahabat kompasiana alHajj Ahmad Baihaqi menjelaskan hakekat tentang wudhu..
Dalam kajian tentang bersuci (thaharah), air merupakan bab pembuka yang dipandang penting untuk dikaji. Dari empat bagian air, salah satunya adalah air suci menyucikan yang bisa digunakan untuk berwudhu. Pada hakekatnya, asal muasal air itu suci (bersih) pada dirinya sendiri, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Ia menjadi kotor, berwarna, berbau dan berasa karena ada zat lain yang bercampur dengannya (zat hidrofilik).
Secara maknawi, air itu adalah pikiran kita sendiri. Ia berada dalam satu “wadah” yang disebut qalbu (hati). Wadah itu seperti samudera yang menerima aliran air sungai. Menyucikan pikiran dan melapangkan hati merupakan dua aktifitas yang saling berhubungan. Ia bermakna mengembalikan kesucian pada fitrah awalnya.
Kesucian pikiran dan kelapangan dada adalah dua hal yang dijadikan obyek dari perintah-perintah Tuhan yang tertulis di dalam al-Qur’an. Kesucian pikiran akan memantulkan ayat-ayat Tuhan sebagaimana yang dimaksud oleh Tuhan.
Tidak menyentuhnya (Qur’an) kecuali orang-orang yang disucikan (al-Waqi’ah : 79)
“Menyentuh” yang dimaksud pada ayat di atas adalah memahami kandungan-kandungan yang dimaksud oleh Tuhan dalam tulisan ayat. Ayat-ayat Tuhan tak akan bisa dipahami, kecuali oleh orang-orang yang telah disucikan (oleh Tuhan).
Akal pikiran itu suci pada fitrahnya, asal muasalnya. Tuhanlah yang mentaqdirkan kesuciannya. Ia menjadi kotor lantaran “bercampur” dengan “zat” yang masuk melalui panca indera dari sejak lahir hingga saat usia dimana ia menyadari bahwa dirinya hanyalah terdiri dari bayangan-bayangan stereotif. Ia terkontaminasi dengan sesuatu yang masuk dari luar dirinya. Terpengaruh dan terikat dengan “data-data luar” yang tergambar dan terekam di dalam otaknya. Sebab otak adalah pusat indera dan menjadi “memori” penyimpan data-data yang masuk melalui indera tersebut.
Menyucikan pikiran bermakna mengendapkan kotoran-kotoran itu ke dasar wadah (hati) hingga ia netral. Seperti air laut yang menetralisir segala macam warna air sungai dari berbagai belahan dunia. Netralitas dan kesucian pikiran itu akan memantulkan sesuatu yang jernih sebagaimana pandangan yang dimaksud Tuhan.
Gambar dunia yang terekam di dalam otak dipantulkan kembali melalui pancaindera sehingga menuntun diri kita untuk beraktifitas sesuai pantulan gambar otak. Ia seperti proyektor yang memproyeksikan film ke permukaan layar. Jika pantulan gambar itu berasal dari “data” yang berwarna hitam maka proyeksinya juga akan berwarna hitam. Jika data yang masuk berwarna merah, maka proyeksinya juga akan berwarna merah. Artinya, pantulan pikiran kita akan memproyeksikan sesuatu berdasarkan “data luar” yang masuk ke dalam pusat proyektor, yakni akal pikiran kita sendiri.
Persis seperti air di dalam kolam yang dapat memantulkan gambar di atas kolam laksana cermin. Pohon yang batangnya menjalar ke tengah kolam akan nampak tergambar di atas permukaan air kolam. Jika airnya keruh, ia tak kan bisa menjadi cermin, maka gambar yang dipantulkannya tidak akan sama seperti aslinya, akan terdistorsi. Sebaliknya, jika airnya jernih, maka gambar pohon tadi akan terlihat jelas di atas permukaan air kolam. Pohon dan gambar pohon hanyalah terdiri dari pantulan-pantulan sensorik yang membentuk dan menggiring pola berpikir manusia.
Kesucian pikiran sangat dipengaruhi oleh kelapangan hati. Apa yang kita katakan sebagai “berjiwa besar” adalah makna dari dada (hati) yang luas. Semakin lapang hatinya, semakin jernih pikirannya, dan akan semakin memproyeksikan gambar-gambar sebagaimana aslinya. Tidak stereotif paranoid dan tidak lari dari bentuk aslinya. Cara pandang orang yang berpikiran jernih tidak akan bisa dipengaruhi oleh rekayasa-rekayasa data (informasi yang bersumber dari audio visual, gambar, situasi dan kondisi). Ia akan mampu melihat dengan pandangan mata hati yang tajam, karena kejernihan air adalah kekosongannya. Mata hati akan melihat tanpa tirai air yang keruh. Kejernihan air pikiran adalah ketersingkapan mata hati dari tirainya.
Membasuh wajah dalam berwudhu bermakna menyucikan anggota indera yang berada di wajah dengan “air pikiran” kita. Membasuh tangan, sebagian kepala dan kedua kaki dalam berwudhu juga bermakna memproyeksikan geraknya sesuai kejernihan pikiran. Walhasil, meluruskan seluruh gerak anggota tubuh yang terangkum dalam perbuatan dan perkataan dengan kejernihan pikiran adalah makna bahwa hati (dimana Tuhan bertahta) telah menyucikannya. Singkat katanya, bahwa ketajaman mata hati adalah pantulan kesucian Tuhan.
Inilah yang dinamakan sebagai wudhu sejati. Kejernihan air di dalam wadah telah menampakkan dasar wadahnya sehingga pantulan wadah menyembul ke luar. Semburat cahaya wadah itulah hakekat wudhu (dhau’ atau dhiya’ yang berarti bersinar). Data yang masuk dari panca indera akan “dianalisa” dengan cahaya hati. Atas dasar inilah bahwa pemahaman akal pikiran berasal dari hati “….lahum qulub yafqahuuna bihaa…” (mereka punya hati dan menggunakannya untuk memahami).
sahabatku semua yang baik.
Berdoalah disetiap sentuhan WUDHU yang dilakukan, agar Allah senantiasa membersihkan dosa-dosa perbuatan fisik kita, dan selalau menjaga kesucian wudhu kita.
“Ya Allah jadikanlah aku termasuk orang-orang yg bertaubat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang bersuci”.
Ya Rabb, kami memohon kepada-Mu agar mensucikan hati-hati kami dari kotoran dengki dan iri hati, kecenderungan kepada keburukan dan nista, penyakit dendam dan benci, serta tanamkanlah rasa cinta dan kasih sayang ke dalam hati kami, penuhilah dengan kebaikan dan anugrah, serta segerakanlah dengan perasaan belas kasihan
Ya Allah, sucikan hati kami dari kemunafikan, amal kami dari riya’, lisan kami dari dusta, mata kami dari khianat, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui semua mata yang berkhianat, dan semua yang tersimpan di dalam hati.
kabulkan ya rabb… kabulkan
Semoga kita dapat “BERWUDHU” dengan sebenar-benarnya, Aamiin.
semoga bermanfaat.
marilah kita berdiskusi dan mengkajinya bersama