sahabatku semua yang dirahmati Allah. sebelumnya saya mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa, semoga puasa kita diterima dengan sempurna.
sahabatku yang baik, hinggar-bingar politik terus bergejolak, segala tipu muslihat diupayakan, segala cara disosialisakan demi mendapat dukungan dan simpatisan masyarakat. apalagi menjelang pemilihan presiden tahun depan. Politisi saat ini mendapat penurunan popularitas di mata masyarakat, ini terbukti pada survey dari berbagai lembaga yang mengindikasikan hal tersebut. Masyarakat mengalami kekecewaan yang begitu besar dengan kiprah para politisi dan partainya yang semakin menjauh dari problemati kakehidupan sehari-hari, anggota partai maupun elit politik di kekuasaan tidak pernah membahas hal-hal yang krusial di masyarakat.
lalu apa upaya yang mereka gembar-gemborkan ?
salah satu yang utama dan terkenal adalah “kesehatan dan pendidikan gratis” apakah itu benar-benar terlaksana dengan baik sebagaimana janji di awal kampanye ?
oh tidak, ternyata pelaksanaan pendidikan gratis hanya bagian dalam euforia politik dan menyederhanakan persoalan. lah kenapa bisa bilang begitu ?
sebuah kisah menarik semoga bisa memberi inspirasi kepadamu.
ini problematika nyata dimasyarakat.
Tampang bingung. Itulah gambaran yang bisa dilukiskan di wajah seorang bocah 6 tahun, saat melihat lalu-lalangnya kendaraan di jalan. Bocah itu seakan tidak memperdulikan hilir mudik orang-orang yang melaluinya bahkan ada beberapa orang yang hampir menendangnya. Dia pun seakan tidak senang saat beberapa orang yang lewat memasukan uang receh ke dalam kaleng yang sengaja di simpan di depannya.
“Sudah dapat berapa Ujang?” sapa seorang wanita umur 40 tahunan yang mengagetkan si Ujang. Si Ujang menengok wanita yang nampak lebih tua dari umur sebenarnya. Wanita itu tiada lain adalah ibunya yang sama-sama membuka praktek mengemis sekitar 100-200 meter dari tempat si Ujang mengemis.
“Nggak tahu Mak, hitung aja sendiri,” jawab si Ujang sambil melihat kaleng yang ada di depannya. Tanpa menunggu, wanita yang dipanggil Emak itu mengambil kaleng yang ada di depan si Ujang. Kemudian isi kaleng tersebut ditumpahkan ke atas kertas koran yang menjadi alas mereka duduk.
“Lumayan Ujang, bisa membeli nasi malam ini. Sisanya buat membeli kupat tahu besok pagi.” Kata si Emak sambil tersenyum lebar, karena rezeki malam itu lebih banyak dari hari-hari biasanya.
“Mak…” kata si Ujang tanpa menghiraukan ucapan ibunya, “koq orang lain punya mobil? Kenapa Emak nggak punya?” Tanya si Ujang sambil menatap wajah ibunya.
“Ah, si Ujang mah, aya-aya wae, boro-boro punya mobil, saung aja kita mah nggak punya.” kata si Emak sambil tersenyum. Si Emak kemudian membungkus uang yang telah dipisahkannya untuk besok dengan sapu tangan yang sudah lusuh dan dekil.
“Iya, tapi kenapa Mak?” Rupanya jawaban si Emak tidak memuaskan si Ujang.
“Ujang …. Ujang….” kata si Emak sambil tersenyum. “Kita tidak punya uang banyak untuk membeli mobil.” kata si Emak mencoba menjelaskan. Tetapi nampaknya si Ujang belum puas juga,
“Kenapa kita tidak punya uang banyak Mak?” tanyanya sambil melirik si Emak.
“Kitakan cuma pengemis, kalau orang lain mah kerja kantoran jadi uangnya banyak.” kata si Emak yang nampak akan beranjak. Seperti biasa sehabis matahari tenggelam si Emak membeli nasi dengan porsi agak banyak dengan 3 potong tempe atau tahu. Satu potong untuk si Emak sedangkan 2 potong untuk si Ujang anak semata wayangnya.
Sekembali membeli nasi, si Ujang masih menyimpan pertanyaan. Raut wajah si Ujang masih nampak bingung.
“Ada apa lagi Ujang?” kata si Emak sambil menyeka keringat di keningnya.
“Kenapa Emak nggak kerja kantoran saja?” tanya si Ujang dengan polosnya.
“Siapa yang mau ngasih kerjaan ke Emak, Emak mah orang bodoh, tidak sekolah.” Jawab si Emak sambil membuka bungkusan yang dibawanya.
“Udah …, sekarang makan dulu mumpung masih hangat!” Kata si Emak sambil mendekatkan nasi ke depan si Ujang. Si Ujang yang memang sudah lapar langsung menyantap makanan yang ada di depannya.
“Kenapa Emak nggak sekolah?” tanya si Ujang sambil mengunyah nasi plus tempe.
“Orang tua Emak nggak punya uang, jadi Emak nggak bisa sekolah.”
“Ujang bakal sekolah nggak?” kata si Ujang sambil menatap mata si Emak penuh harap.
Emak agak bingung menjawab pertanyaan si Ujang. Lamunan Emak menerawang mengingat kembali mendiang suaminya, yang telah mendahuluinya. Mata si Emak mulai berkaca-kaca. Karena gelapnya malam, si Ujang tidak melihat butiran bening yang mulai menuruni pipi wanita yang dipanggil Emak tersebut. Karena tak kunjung dijawab, si Ujang bertanya lagi
“Kalau Ujang nggak sekolah, nanti kayak Emak lagi dong. Iya kan Mak?”
Pertanyaan Ujang makin menyesakan dada si Emak. Siapa yang ingin punya anak menjadi pengemis, tetapi si Emak bingung harus berbuat apa. Si Emak cuma melanjutkan menghabiskan nasi sambil menahan tangisnya. Akhirnya si Ujang pun diam sambil mengunyah nasi yang tinggal sedikit lagi. Deru mesin mobil menemani dua insan di pinggir jalan yang sedang menikmati rezeki Allah SWT yang mereka dapatkan. Diterangi lampu jalan mereka pun mulai berbenah untuk merebahkan diri. Di kepala si Ujang masih penuh tanda tanya, mau jadi apa dia kelak. Apakah akan sama seperti Emaknya saat ini?
sahabatku semua yang dirahmati Allah.
kembali pada masalah yang dibahas diawal artikel ini.
Dari sekian banyak janji yang mereka tebar, hampir setiap calon para pemimpin dalam kampanyenya, memasukkan pendidikan gratis dalam visi-misinya sebagai poin prioritas. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan masih saja menjadi lahan empuk para politisi untuk meraup suara banyak. Dan Instansi pendidikan seperti sekolah dan perguruan tinggilah yang dijadikan sebagai lahan kampanyenya. Maka, tak salah jika disekitar area sekolah atau kampus banyak poster-poster calon pemimpin yang bertebaran.
saat ini isu pendidikan menjadi salah satu isu “seksi” yang ditunggangi politikus untuk mencapai tujuannya. Faktanya, pemerintah pusat ataupun daerah belum mampu menyajikan pendidikan gratis tersebut. terlihat dari bantuan operasional yang diberikan pemerintah pusat dan daerah (BOS-BOP) kepada sekolah belum mampu menutupi seluruh kebutuhan di sekolah. Bantuan tersebut digelontorkan hanya untuk menutupi satu kebutuhan pokok, yakni kebutuhan operasional. Sementara itu, dua kebutuhan pokok lainnya, seperti investasi dan kebutuhan personal, tidak dipenuhi.
Lebih jauh banyak daerah yang belum siap menyelenggarakan pendidikan gratis. Akhirnya, terpaksa mengikuti aturan pemerintah daerah karena telanjur berjanji pada saat masa kampanye. Akhirnya mengakibatkan penderitaan guru dan kepala sekolah. Terpaksa mengambil guru honor dan digaji rendah.
Apabila berani berjanji saat kampanye silam, harus berani menepati dengan merealisasikan janji itu meski banyak kendala dan hambatan. begitulah sekiranya pemimpin yang baik, jangan hanya menaikkan pamor dengan jargon seperti itu namun dalam kenyataan kedepan masih jauh dari kata terlaksana.
sahabatku semua yang dirahmati Allah.
Para calon pemimpin ini terkadang menggunakan cara-cara beriklan ketika berkampanye seperti menjual suatu produk dipasaran kemudian dengan bentuk kemasan yangmenarik maka produk tersebut dapat di konsumsi oleh masyarakat, meskipun begitu massa hanyadapat merasakannya secara semu karena tidak memahami secara benar apakah produknya itu sesuaidengan kebutuhannya.
pendidikan gratis adalah jargon paling jitu digunakan para kandidat untuk menarik perhatian masyarakat. Apalagi, saat ini setiap jenjang pendidikan yang akan ditempuh selalu berbanding lurus dengan biaya yang akan digunakan. Maka, bukan tidak mungkin jika hal itu yang menjadi salah alasan para pemegang suara untuk mengorbankan suaranya demi kontestan pemilu yang dimaksud.
Permasalahan sebenarnya terjadi karena terkadang kepala daerah menganggap pendidikan gratis tersebut hanya sampai pada pembebasan terhadap pembayaran SPP dan pengadaan buku paket. Padahal, biaya sekolah bukan hanya pada kedua elemen tersebut, lebih dari itu, uang transportasi dan uang makan di sekolah serta biaya lainnya seharusnya ditutupi juga. Pendidikan gratis itu berarti segala hal yang berkaitan dengan sekolah, semuanya gratis. Tanpa harus merepotkan orang tua untuk terlibat dalam pembiyaan. Seperti itulah idealnya pendidikan gratis.
Jangan begitu mau merealisasikan, malah tidak bisa dan bilang dana terbatas atau APBD terbatas. Kenapa waktu mau jadi pemimpin itu tak dipertimbangkan dalam membuat program dan dalam memberikan janji politik. Kalau hanya berjanji, semua bisa,” betul gak kawan. ?
sangat sedih melihat kenyataan dilapangan masih banyak sekali anak-anak terlebih anak-anak jalanan dapat mengenyam janji “politik pendidikan gratis”. bocah – bocah mungil yang seharusnya mengeyam pendidikan dasar hingga menengah harus berpanas-panas ria dibawah teriknya matahari meminta-minta belas kasihan orang-orang yang lewat.
dimana itu pasal yang menyebutkan “bahwa orang miskin dan anak jalanan dipelihara oleh negara” ah cuma sekdar tulisan yang mudah dibaca dan mudah dilupakan. atau hanya sebagai pemanis mulut saat minta dukungan. wallahu a’lam
sahabatku semua yang dirahmati Allah.
“Begitu berani berjanji harus siap melaksanakan” buat apa kita memilih pemimpin yang ternyata tidak tepat janji. Pendidikan gratis dan kesehatan gratis itu sangat ditunggu karena menyangkut kepentingan masyarakat banyak.” bukan begitu kawan ?
Semoga, pemimpin nantinya benar-benar memiliki rasa tanggungjawab penuh. untuk menjawab Problem pendidikan yang saat ini menjadi masalah besar dikalangan masyarakat dengan biaya pendidikan yang mahal dengan segala macamnya yang kontradiktif , semoga betul-betul bisa diatasi.
semoga bisa terlaksana dengan sempurna.
semoga bermanfaat.
[disarikan dari berbagai sumber]
Jul 12, 2013 @ 10:05:44
Reblogged this on MARJANI UNTUK PENDIDIKAN.
SukaSuka
Jul 12, 2013 @ 18:25:18
bismillah
assalamu’alaikum 🙂
artikel yg sangat bagus gan
saya berharap anda bisa menjadi pemimpin dan membuat perubahan di negeri kita tercinta ini
amin
SukaSuka