Fenomena-fenomena ini tentu saja sangat menarik dan sebagian masyarakat mengaitkannya dengan berbagai peristiwa bencana alam yang beruntun melanda negeri ini. Pertanda apakah fenomena-fenomena ini dan bagaimana sudut pandang Islam melihatnya? Berikut bincang-bincang eramuslim dengan Kyai Haji Ahmad Cholil Ridwan, Lc, ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Pusat (DDII) yang juga salah satu ketua Majelis Ulama Indonesia. Belakangan ini banyak masyarakat yang mengaku melihat “keajaiban” melihat lafal Allah di awan, dalam ledakan api luapan lumpur Lapindo, dan lainnya. Bagaimana anda melihat fenomena seperti ini dari sudut pandang Islam?

Dari sisi akidah, ayat pertama dari Surat Al-Fatihah yang selalu kita baca
dalam sholat, Bismillahirahmanirahim, kata rabulallamin ini berarti seluruh
alam ini diatur oleh Allah. Dikerahkan oleh Allah, tidak ada alam begini dan
begitu diluar daripada kehendak Allah. Rabb artinya pencipta, pengatur
penentu dan pemelihara untuk rabullalamin. Jadi apapun yang terjadi di alam
ini, termasuk hal-hal yang aneh, yang menurut akal manusia tidak beriman itu
kebetulan, tidak lepas dari kehendak Allah. Tidak ada yang lepas dari
kehendak Allah bukannya kebetulan, semua itu aturan Allah. Bahasa Al-Quran,
itu takdir Allah, kalau pun itu memang ada, itu kemauan Allah, memberikan
isyarat bahwa itu diatur atas kehendak Allah.

Ada ilmuan Eropa, saya pernah membaca dalam sebuah buku, memang ada parit
yang mengeliling bola bulan itu. Parit itu tembus, seolah-olah bulan itu dua
kepingan yang disatukan. Hal itu dihubungkan dengan mukjizat Nabi Muhammad
saw, ketika orang Makkah tidak percaya beliau nabi. Beliau berhasil membelah
bulan, kemudian disatukan lagi dengan gerak jarinya. Itulah yang dinamakan
mukjizat, yang merupakan takdir Allah, yakni kemampuan Allah yang tidak bisa
dijangkau kemampuan berfikir manusia.

Apakah fenomena itu bisa kita anggap sebagai peringatan dari Allah pada
manusia?

Itu tidak mesti, tidak ada dalil yang mengatakan seperti itu. Sama seperti
gerhana, ketika cucu Nabi lahir, lalu orang menghubung-hubungkan gerhana
dengan kelahiran Hasan-Husein. Nabi Muhammad SAW mengatakan tidak ada
hubungannya dengan itu. Gerhana itu satu fenomena alam yang ditakdirkan
Allah. Allah yang membuatnya. Secara khusus belum ada dalil yang mengatakan
kalau ada keanehan dialam, akan terjadi sesuatu itu tidak ada. Kalau
tanda-tanda hari kiamat itu ada, memang ada hadistnya, karena pernah sahabat
menanyakan pada Nabi kapan kiamat, masih lama. Tetapi tanda-tandanya ada,
misalnya, jumlah wanita lebih banyak dari laki-laki, turunnya Imam Mahdi
al-Mutajam, banyaknya masjid tapi jamaahnya tidak ada.

Apakah maksudnya kita jangan terlalui mengaitkan fenomena-fenomena semacam
itu dengan hal-hal lain?

Iya.

Kalau dikait-kaitkan dengan hal lain bisa mengarah syirik?

Oh ya dong, karena itu sudah mengenyampingkan tuhan. Bisa saja itu terjadi
supaya manusia ingat dengan Allah, dengan itu ia bisa lebih beriman dan
bertakwa, itu saja. Semua hal yang luar biasa, entah dalam bentuk bencana
atau sifatnya keanehan itu tidak lebih untuk mengingatkan manusia kepada
Allah dan kekuasaan Allah untuk memberikan nikmat atau azab. Jadi manusia
kembali taat kepada Allah SWT.

Bagaimana sebaiknya umat Islam menyikapi fenomena-fenomena ini?

Saya pikir umat Islam itu harus bersyukur bahwa Islam itu ajaran yang benar.
Bahkan diharapkan orang bisa tertarik dengan Islam karena adanya peristiwa
itu. Kita wajib bersyukur kepada Allah, dan mendekatkan diri pada Allah,
berbuat kebaikan, serta mengerjakan yang disunnahkan, seperti sedekah.

Dengan adanya fenomena yang luar biasa ini Allah seolah-olah menampakan
dirinya, bahwa Aku ini ada. Karena manusia sering tidak sadar bahwa Allah
itu ada, tapi manusia berbuat sewenang-wenang, saya melihat itu maknanya.

Kalau dihubungkan dengan ini-itu tidak boleh, jadi syirik. Haram itu.
Misalnya saja ketika mendengar burung celepuk, terus dibilang akan ada yang
meninggal, atau bunyi tokek ketika akan berangkat tidak jadi pergi, hukumnya
haram mempercayainya hal-hal tersebut. Itu Khurafat namanya. Khurafat adalah
satu kepercayaan yang tidak ada dasarnya, tidak ilmiah, tidak masuk akal.
Harus dihindari karena mengarah pada syirik, jadi seolah-olah menganggap
Tuhan tidak ada.

Berarti sama dengan kepercayaan Fira’un yang mengumpulkan ahli nujum untuk
melawan Musa. Kita justru harus kembali pada surat Al-Fatihah, yang 17 kali
kita membacanya, harus dihayati, semua yang terjadi dialam ini tidak lepas
dari takdir Allah SWT. Rabulallamin itu, rububiyah, itu iman kita.

Saad bin Abi Waqqash berkata, Aku bertanya kepada Rasulullah saw, Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berat ujian dan cobaannya? Nabi saw menjawab, Para nabi kemudian yang meniru (menyerupai) mereka dan yang meniru (menyerupai) mereka. Seseorang diuji menurut kadar agamanya. Kalau agamanya tipis (lemah) dia diuji sesuai dengan itu (ringan) dan bila imannya kokoh dia diuji sesuai itu (keras). Seorang diuji terus-menerus sehingga dia berjalan di muka bumi bersih dari dosa-dosa. (HR. Al Bukhari)

semoga bermanfaat